Belajar Jurnalistik, Imbas Saat Kebenaran Tak Disuarakan

Posting Komentar
Mas Andre, Bu Hj. Silvy dan Mas Zidan (doc. Pribadi)


14 September 2024, Angkringan Prabu Moker yang terletak di Kepanjen menjadi saksi masyarakat yang peduli akan pentingnya suara kebenaran dalam dunia jurnalistik. Acara yang dimulai pukul 19.00 hingga 21.30 WIB tersebut diisi oleh Mas Andre, Pemimpin Redaksi (Pimred) SuaraUtama.id. Tema yang diangkat dalam acara ini adalah “Ngopi bareng dan sharing Jurnalistik".


Pentingnya Menyuarakan Kebenaran dalam Jurnalistik


Dalam paparannya, Mas Andre menekankan bahwa jurnalistik memiliki peran penting dalam menjaga kejujuran dan transparansi di masyarakat. “Tugas jurnalis bukan hanya sekadar menyampaikan berita, tetapi memastikan bahwa kebenaran tidak terdistorsi,” ujarnya. Menurutnya, ketika kebenaran tidak disuarakan, akan ada dampak serius pada masyarakat, termasuk ketidakadilan, kebingungan, dan manipulasi informasi yang dapat merusak kepercayaan publik.


Ia juga menjelaskan bagaimana media memiliki tanggung jawab sosial yang besar. Setiap berita yang disampaikan kepada masyarakat harus melalui verifikasi yang ketat dan disampaikan dengan etika yang benar. “Terlalu banyak contoh di mana berita yang salah atau setengah kebenaran dapat menyebabkan kerusakan yang besar, tidak hanya pada individu, tetapi juga pada tatanan sosial secara keseluruhan,” lanjutnya.


Imbas dari Kebenaran yang Tidak Disuarakan


Seiring dengan diskusi yang berlangsung, Mas Andre berbagi pengalaman pribadi dari karirnya sebagai jurnalis. Ia menceritakan berbagai momen di mana ia harus menghadapi dilema moral, terutama ketika dihadapkan pada tekanan untuk menyembunyikan fakta atau mengubah narasi. “Ada kalanya, dalam situasi yang sangat sulit, kita merasa tertekan untuk diam atau berpihak pada yang salah. Tapi itulah tantangannya. Apabila kita tidak bersuara, siapa yang akan melakukannya?”


Dari contoh-contoh tersebut, ia menunjukkan bahwa diamnya jurnalis atau media dalam menghadapi ketidakadilan dan penipuan publik dapat menimbulkan efek domino. Masyarakat akan kehilangan kepercayaan, kebijakan yang salah dapat terus berlanjut, dan ketidakadilan dapat semakin merajalela.

Mas Andre dan Pak Buadi (doc. Mas Andre)

Kejadian Unik: Sholat yang Tidak Menghadap Kiblat


Sebelum acara yang berlangsung, terdapat kejadian yang unik dan penuh makna. Saya, Ale, bersama Pak Buadi, adalah peserta yang datang duluan, sebelum pelatihan dimulai kami memutuskan untuk melaksanakan sholat berjamaah di mushola kecil yang terletak tepat di depan Angkringan Prabu Moker. Namun, ada satu hal yang ternyata salah, kami sholat menghadap ke arah utara, bukan ke arah kiblat yang seharusnya.


Yang membuat momen ini semakin bermakna adalah kenyataan bahwa Pak Buadi, yang seharusnya menyadari arah kiblat yang salah, memilih untuk diam dan menjadi makmum saya. Padahal, sebagai seorang yang tahu, Pak Buadi memiliki tanggung jawab moral untuk mengingatkan dan meluruskan kesalahan tersebut.


Refleksi dari Kejadian Sholat yang Salah Arah


Kejadian ini menggambarkan secara simbolis tentang tema besar yang diangkat dalam acara tersebut, yaitu “Imbas Saat Kebenaran Tak Disuarakan.” Meskipun dalam konteks yang berbeda, kejadian ini sangat relevan dengan apa yang dibahas sepanjang acara. Ketika kebenaran tidak disuarakan, meskipun orang yang tahu seharusnya memiliki kewajiban untuk berbicara, ada dampak yang terjadi. Dalam kasus kami, arah sholat yang salah bisa diperbaiki dengan mudah, tetapi bagaimana jika ini terjadi pada hal-hal yang lebih krusial, seperti informasi publik atau kebijakan yang mempengaruhi kehidupan banyak orang?


Pak Buadi mewakili banyak orang yang tahu bahwa sesuatu tidak benar, namun memilih untuk tidak berbicara. Di dunia jurnalistik, sikap seperti ini sangat berbahaya. Ketika seorang jurnalis atau media memilih untuk diam saat melihat ketidakbenaran atau kebohongan, maka masyarakatlah yang akan menjadi korban.


“Bayangkan jika kita semua, sebagai jurnalis atau manusia biasa, memilih diam saat melihat kesalahan. Ini bukan hanya tentang arah sholat, tetapi tentang bagaimana kita bertindak di masyarakat. Jika kita tahu sesuatu yang salah dan memilih untuk diam, maka kita juga ikut bertanggung jawab atas konsekuensi dari kesalahan tersebut.”, guman saya dalam hati 


Hikmah dari Kebenaran yang Harus Disuarakan


Mas Andre juga sharing menyampaikan sebuah refleksi mendalam tentang pentingnya keberanian untuk menyuarakan kebenaran. Menurut Mas Andre, jurnalis dan masyarakat harus saling bersinergi untuk menciptakan lingkungan yang transparan dan adil. Tanpa adanya keberanian untuk bersuara, akan banyak ketidakadilan yang terus berlanjut.


Saya, sebagai salah satu peserta, meresapi bahwa keberanian untuk menyuarakan kebenaran tidak hanya penting dalam konteks jurnalistik, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks sholat yang salah arah tadi, mungkin konsekuensinya tidak begitu besar, namun dalam skala yang lebih luas, diamnya kita terhadap kebenaran bisa berdampak jauh lebih besar.


Hikmah yang bisa diambil dari acara ini dan dari pengalaman pribadi di mushola Angkringan Prabu Moker adalah bahwa kebenaran harus selalu ditegakkan, apapun risikonya. Sebagai jurnalis, sebagai pemimpin, atau bahkan sebagai individu di masyarakat, kita semua memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa kebenaran tidak hanya diketahui, tetapi juga disuarakan. Seperti halnya dalam sholat, kita harus selalu berusaha mencari arah yang benar dalam kehidupan, dan membantu orang lain untuk melakukan hal yang sama.


“Menegakkan kebenaran bukanlah perkara mudah, tetapi diam terhadap kesalahan adalah pilihan yang tidak bisa kita ambil."


(Alix Wijaya, Ngajum 14 September 24)

Related Posts

Posting Komentar