Contoh Skenario Film Pendek untuk Youtuber

2 komentar
Ilustrasi: Youtuber perlu Skenario (pic by freepik)
Assalamualaikum, masih semangat donk nge-Youtube?
Nah, buat kamu yang punya feel di dunia film, bisa buat film pendek di youtube channel kalian. Nah masalahnya sebuah film butuh skenario agar hasil film tertata, pun itu hanya film pendek. Sebenarnya kalau kita juga seorang blogger yang biasa menulis, membuat skrip/skenario bukan masalah besar. Tapi kebanyakan YouTuber bukan seorang blogger, dan berikut akan saya berikan contoh skenario Film Pendek.

Berikut adalah contoh "Short Skenario film Jendela Dunia"


Scene 1 – Opening/Montage
Potongan gambar kegiatan anak-anak sedang membuat mainan dan kerajinan. Anak laki-laki membuat mainan mobil-mobilan dan anak perempuan membuat bunga dari sedotan plastik. Buku menjadi guru bagi mereka.

Title in : “JENDELA DUNIA”

Scene 2 Ext. Sebuah tempat – siang jelang sore
Talent :4 anak laki, 4 anak perempuan

Setiap menjelang sore, usai membantu orangtua di sawah atau ladang, anak-anak Pekon Ampai sering menghabiskan waktu di sebuah tanah kosong di pinggir desa. Anak perempuan bermain lompat karet dan anak laki-laki biasanya bermain bola atau main mobil-mobilan yang mereka buat sendiri dari pelepah pisang. Sambil bermain anak-anak itu bersenda gurau.

Scene 3 Ext. jalanan – siang jelang sore (montage)
Talent : Saiful

Sebuah motor butut yang dikendarai Saiful perlahan namun pasti menyusuri jalan-jalan desa yang tak mulus. Ada kardus yang terikat kencang di atas jok belakang Saiful.

Scene 4 Ext. Sebuah tempat – siang jelang sore
Talent : Saiful, 3 anak laki, 4 anak perempuan

Dari kejauhan motor yang dikendarai Saiful makin mendekat ke arah anak-anak yang sedang bermain. Piyan yang sedang asyik bermain menoleh ke arah Saiful dan berteriak.

Piyan

Hoii…itu bang ipul sudah datang

Anak-anak sontak berhenti bermain dan segera berhamburan menyambut kedatangan Saiful. Motor yang dikendarai Saiful diparkirkan di bawah sebuah pohon rindang. Setelah motor terparkir dengan baik, Saiful segera membuka tali yang mengikat kardus di jok belakang motornya. Karena tak sabar, anak-anak ikut juga membantu. Piyan yang paling sigap mengangkat kardus dan meletakkannya di tanah. Anak-anak lainnya langsung mengerubung. Saiful geleng-geleng kepala sambil tersenyum.

Saiful

Pelan-pelan ya, jangan sampai merusak buku-bukunya

(Saiful mengingatkan anak-anak)

Hampir setiap minggu jika cuaca sedang bagus, Saiful sering mengunjungi anak-anak pekon ampai sambil membawakan mereka buku-buku. Pekon Ampai terletak agak jauh dari kota kabupaten sehingga kesempatan warga pekon untuk mendapatkan informasi sangatlah minim. Baik informasi dari media televisi, media cetak ataupun sejenisnya. Di Pekon Ampai hanya ada satu sekolah dasar negeri. Jika ingin melanjutkan sekolah smp atau sma, mereka harus ke kota kabupaten yang jaraknya lebih kurang 50 kilometer. Itupun harus melewati hutan dan sungai terlebih dahulu. Saiful lahir di pekon ampai. Namun sekarang ia sudah bekerja di kota kabupaten sebagai tukang koran. Tiga bulan ini Saiful rajin membawakan anak-anak pekon ampai buku-buku bekas untuk dibaca. Saiful menyebutnya pustaka keliling. Buku-buku yang dibawa Saiful variatif Ada buku-buku cerita, buku pelajaran, majalah, koran dan lainnya. Warga dan anak-anak pekon Ampai sangat senang walaupun buku-buku yang dibawa Saiful adalah buku-buku bekas. Termasuk Piyan dan teman-temannya.

Di tanah kosong pinggir desa inilah setiap minggu Piyan cs selalu menunggu kedatangan Saiful. Jauh dari segala informasi membuat mereka haus akan hiburan dan informasi. Buku-buku yang dibawa Saiful inilah yang menjadi pelepas dahaga pengetahuan yang selalu tunggu.

Scene 5 Ext. Belakang rumah Piyan – pagi
Talent: Abah, Emak (orangtua Piyan), Eni

 Di belakang rumah panggung yang sederhana, Abah sedang menimba air dari sumur. Emak muncul dari dapur membawa baskom yang berisi piring-piring dan gelas kotor sisa makan tadi malam. Eni duduk dekat sumur. Abah menuang air ke dalam ember-ember yang sudah disiapkan Eni. Emak meletakkan baskom dan duduk dibangku kecil buatan abah.

Emak

Airnya makin lama kok makin keruh begini ya Bah?

Abah

Iya. Abah juga heran.

padahal minggu kemarin baru saja Abah kuras.

Eni memperhatikan air di ember yang nampak keruh berwarna kecoklatan.

Scene 6 Ext. Sawah – Siang

Talent: Piyan

Siang begitu terik. Di bawah pohon dekat sawah, Piyan duduk sendirian. sepeda bututnya dibiarkan tergeletak di tanah. Di bibirnya terselip sebatang rumput ilalang yang sedari tadi terus digerak-gerakkannya. Piyan sedang asyik membaca buku bekas yang ia pinjam dari pustaka keliling bang Saiful. Beberapa buku dongeng anak-anak tergeletak di sampingnya. Majalah yang dibacanya hanya dibolak balik saja. Pikiran Piyan melayang entah kemana.

Angin berhembus kencang, membuyarkan lamunan Piyan. Dia kembali membolak balikan buku. Sesekali pandangannya dibuang jauh ke depan. Piyan merasa damai menikmati hamparan sawah yang bergelombang indah ditiup angin. Padi-padi menguning keemasan. Sebentar lagi panen tiba. Di kejauhan, beberapa petani menyusuri pematang dengan tawa gembira. Suasana alam pedesaan inilah yang membuat Piyan betah.

Scene 7 Ext. Rumah Piyan – Malam
Talent: Piyan, Eni, Rusli, Sanip, Anwar, Risma, Hanifah, Mira

Sepulang dari mengaji di surau, Piyan dan teman-temannya berjalan pulang. Sinar remang bulan dan lampu-lampu yang dipasang di depan tiap rumah menjadi penerang bagi mereka. Sampai di ujung jalan, Piyan dan Eni berbelok ke arah rumah.

Piyan

Kami duluan ya

Rusli

Yan, besok kita kumpul di tempat biasa

Sanip

Jangan lupa bawa buku dongeng yang kamu pinjam kemarin ya

Piyan

ok boss!

Piyan dan Eni langsung masuk ke dalam rumah. Rusli dan yang lainnya bergegas pulang ke rumah masing-masing.



Scene 8 Ext. Sawah – Siang
Talent: Piyan, Rusli, Sanip, Anwar

Piyan masih duduk di bawah pohon di pinggir sawah. Tiba-tiba dikejauhan terdengar suara memanggil-manggil namanya. Rupanya dari arah pematang sawah, Rusli, Sanip dan Anwar berlari-lari menghampiri Piyan.

Rusli, Sanip, Anwar (OS)

Piyan,,,,piyan,,,hoiii

Sambil terengah-engah, Rusli, Sanip dan Anwar duduk di sebelah Piyan.

Rusli

Yan, buku dongeng anak-anak yang kamu pinjam kemarin

Sudah selesai kamu baca belum?

Sanip

Setelah kamu, aku dulu ya Yan…!

Rusli

Heh, aku dong.

Dari kemarinkan aku sudah bilang ke Bang Saiful

Setelah Piyan aku yang mau pinjam.

Anwar

Gini aja.  Daripada kalian berebut, mending aku aja yang duluan

Anwar mengambil buku dongeng di sebelah Piyan. Rusli dan Sanip tiba-tiba ikut berebut

Piyan

Heh, kalian jangan berebut gitu. Nanti bukunya robek

Benar saja. Buku yang diperebutkan Rusli, Sanip dan Anwar robek.

Piyan

Nahkan, apa aku bilang.

Piyan segera mengambil robekan buku yang ada di tangan Rusli, sanip dan anwar. Mereka tampak tegang tak percaya apa yang sudah mereka perbuat.

Piyan

Waduh, gimana ini. Pasti bang Saiful marah.

Burung-burung pemakan padi terbang. Menari-nari di langit. Sementara Piyan, Rusli, Sanip dan anwar terlihat cemas. Pikiran mereka juga terbang. Tapi entah kemana.

Baca juga: Cara memulai menjadi Youtuber 2020

Scene 10 Ext. Sebuah tempat – Siang
Talent: Saiful, 4 anak laki, 4 anak perempuan

Tidak seperti biasanya, lapangan tempat anak-anak bermain Nampak sepi. Padahal mereka ada di sana. Di bawah pohon anak-anak tampak duduk memutar. Diantara anak-anak itu, Piyan, Rusli, Sanip dan anwar yang terlihat begitu tegang. Tak lama suara motor Saiful terdengar dari kejauhan. Saiful heran. Tidak seperti biasanya kalo dia datang anak-anak pasti langsung menyerbu, tapi kali ini tidak. Setelah menurunkan kardus yang dibawanya, Saiful langsung bergabung dengan anak anak.

Saiful

Loh, ada apa ini..

Kok kalian diam semua seperti patung hehehe,,,,

Saiful coba merubah suasana. Tapi anak-anak tetap diam saling berpandangan dan tak merespon Saiful.

Saiful

Ada apa Piyan?

Saiful bertanya pada Piyan. Karena Piyan anak yang paling menonjol diantara lainnya. Piyan ragu namun berusaha kuat dan memberanikan diri berdiri lalu menghampiri bang Saiful. Ada bungkusan plastik di tangannya.

Piyan

Begini bang, ehhh..ehhh..

Kami mau minta maaf….

Piyan ragu sambil menoleh ke arah Rusli, Sanip dan Anwar. Mereka juga terlihat gelisah.

Saiful

Ada apa Piyan, coba ceritakan saja sama abang

Piyan

Kalo saya berterus terang, abang jangan marah ya

Saiful mengangguk sambil tesenyum melihat tingkah yang aneh dari anak-anak.

Piyan

Buku dongeng yang kemarin saya pinjam, robek bang.

Piyan mengulurkan plastik kresek warna merah yang di dalamnya ada buku dongeng yang robek. Semua menunduk tak ada yang berani menatap bang Saiful. Suasana hening dengan fikiranya masing-masing. Saiful Cuma tersenyum. Diambilnya kresek di tangan Piyan. Dibuka kemudian dilihatnya buku dongeng yang robek itu.

Saiful

Abang tidak marah.

Nanti abang carikan lagi supaya kalian bisa bergantian membacanya kembali.

Tapi ini pelajaran buat kita semua. Buat abang dan kalian semua, buku itu menjadi barang yang sangat penting dan berarti. Kalo di kota orang bisa dengan mudah mendapatkannya karena toko buku banyak dan mereka punya uang untuk membeli. Tapi buat kita, masih sulit. Oleh karena itu kita harus hati-hati menjaga dan merawatnya.

Setelah mendengar apa yang dikatakan bang Saiful, anak-anak sedikit lega. Namun perasaan bersalah masih tetap menggelayuti mereka terutama Piyan cs.

Saiful

Tapi kamu sudah sempat membacanyakan Piyan?

Piyan

Sudah bang

Saiful

Kalo begitu, kamu harus menceritakan kepada yang lainnya dongeng yang sudah kamu baca yang masih terekam dimemory kamu.

Piyan

Siap bang

Saiful

Ayo adik-adik, kita dengar dongeng yang akan diceritakan Piyan.

Anak-anak (koor)

Horeee…..

Piyan mengambil tempat  dan segera menceritakan dongeng yang sudah dia bacanya. Anak-anak yang lainpun mendengarkan dengan seksama. Langit tampak begitu indah sore itu.

Scene 11 Ext. Pinggir sungai – siang

Talent: Risma, Hanifah, Mira, Ronald, Rusli, Sanip, Anwar

 Rusli, Sanip dan Anwar sedang mandi di sungai. Hanifah dan Mira duduk di atas batu sambil bermain air. Tiba-tiba Risma datang bersama anak laki-laki sebaya mereka. Potongannya bersih dan tampak rapih.

Risma

Teman-teman lihat sini,,,

Aku mau kenalin sama sepupuku yang baru datang dari kota.



Risma setengah berteriak ke arah teman-temannya yang sedang asyik bermain di sungai. Tak lama mereka berkumpul dipinggir sungai. Risma memperkenalkan sepupunya yang baru datang dari kota untuk berlibur di desa. Awalnya perkenalan itu agak canggung karena Ronald sepupu Risma masih risih.

Rusli

Ayo Ronald, ikut mandi di sungai.

Airnya bersih kok. Beda dengan sungai yang ada di kota.

Di sini masih alami.

Anwar

Iya, airnya mengalir dari gunung

Sejuk banget

Risma

Benar Nald, coba saja gabung mandi dengan mereka.

Rusli, Sanip dan Anwar sudah kembali terjun ke air. Ronald cuma memperhatikan. Benar juga sih. Bukan saja air sungainya masih bersih dan alami tapi desa ini kelihatan masih asri bathin Ronald sambil terus memandang sekitarnya. Kemudian Ronald meraih ponsel dari saku bajunya. Memfoto anak-anak yang sedang mandi dan setiap sudut tempat yang indah. Anak-anak desa tertarik dengan apa yang dilakukan Ronald. Mereka bergegas mendekat ke Ronald ingin tahu dan melihat gambar yang sudah dipotret Ronald. Setelah melihat ada gambar mereka dalam ponsel, anak anak merasa senang dan terus ingin melihat. Ponsel Ronald memang canggih, sehingga hasil fotonyapun kelihatan bagus. Akhirnya mereka asyik ber-selfie ria. Perkenalan Ronald dengan anak-anak desa sudah mencair dan mulai terlihat akrab karena anak-anak desa selalu memuji ponsel Ronald. mereka kagum dengan ponsel Ronald. Mereka berfikir jangankan membeli, melihat ponsel yang baguspun baru kali ini mereka lihat secara langsung.

Scene 12 Ext. Serambi rumah Risma – malam
Talent: Piyan, Eni, Rusli, Sanip, Anwar,  Hanifah, Mira

 Risma sedang melihat Ronald yang asyik bermain game diponselnya. Dari serambi rumah, Risma melihat Piyan, Eni, Rusli, Sanip, Anwar, Hanifa dan Mira berjalan beriringan setelah mengaji di surau. Risma memanggil mereka.

Risma

Teman-teman, ayo ke sini

Aku sedang lihat Ronald main game

Rusli, Sanip, Anwar, Hanifa dan Mira langsung berlari ke arah Serambi rumah Risma. Piyan dan Eni hanya melihat.

Rusli

Piyan, sini lihat ponsel Ronald yang canggih

Risma

Iya sini Yan. Lihat foto-foto kami tadi sore di sungai.

Bagus-bagus lo..

Piyan menggandeng Eni menghampiri anak-anak lain yang sudah lebih dulu duduk di sebelah Ronald. Kemudian Risma memperkenalkan Ronald pada Piyan. Di serambi rumah Risma anak-anak desa melihat Ronald bermain game di ponsel. Seperti magnet, ponsel Ronald begitu menarik perhatian mereka. Sebuah benda yang tak asing namun mereka tak berani bermimpi apalagi berniat untuk memiliki ponsel seperti itu. Bulan mengintip dari balik ranting pepohonan.

Scene 12 Ext. sebuah tempat – siang
Talent: Saiful, Piyan dan semua anak-anak

 Seperti biasa pustaka keliling Saiful menjadi aktifitas liburan bagi anak-anak pekon Ampai. Saiful sedang merapikan buku-buku. Piyan nampak serius memperhatikan sebuah buku yang ia baca. Anak-anak lainnya juga sedang membaca. Namun tak terlihat seperti serius membaca karena Rusli, Sanip dan Anwar begitu serius menceritakan kecanggihan kamera Ronald sepupu Risma yang baru saja datang dari kota. Kemudian Risma datang bersama Ronald. Risma memperkenalkan Ronald pada bang Saiful. Setelah itu mereka bergabung dengan yang lain. Konsentrasi anak-anak tak lagi pada buku-buku yang dibawa bang Saiful. Tetapi beralih ke ponsel canggih Ronald. Ronald memperlihatkan foto-foto dan memainkan game-game yang menghipnotis anak-anak desa. Bang Saiful Cuma bisa memperhatikan.

Scene 13 Ext. Belakang rumah Piyan – Siang menjelang sore.
Talent: Abah, Piyan, Emak

 Piyan sedang membantu Abah mempraktekkan apa yang sudah ia baca. sudah beberapa hari ini Piyan mencari cara bagaimana air yang keruh dari sumurnya menjadi jernih. Sambil membaca petunjuk dari buku, Piyan mengkomandoi abah mempersiapkan alat dan bahan-bahan. Ada botol plastic besar bekas air mineral, pasir, kerikil, kain kasa, kain biasa, arang, ijuk dan ember. Beberapa kali mereka mencoba dan akhirnya berhasil. air yang tadinya keruh perlahan bisa menjadi jernih. Dari  arah dapur emak dan Eni datang membawa minum dan sepiring pisang goreng. Mereka tampak gembira karena jerih payah Piyan mencari cara untuk menjernihkan air ternyata berhasil. Dengan jahil Piyan mencipratkan air jernih yang ada di ember ke arah Eni. Eni terkejut dan segera membalas. Abah dan Emak memperhatikan mereka sambil tertawa senang. Hari itu adalah hari yang membahagiakan buat Piyan karen bisa membuat air yang keruh menjadi jernih dan membuat semua tertawa riang.

Scene 14 Ext. Sebuah tempat yang indah – siang
Talent: Anak-anak desa

Di sebuah tempat yang indah, anak-anak desa bergantian berfoto ria dengan ponsel Ronald. Mereka begitu gembira. Piyan ada diantara mereka. Tiba-tiba ia teringat kalo hari itu bang Saiful datang ke tempat biasa.

Piyan

Eh teman-teman…

Bang Iful pasti sudah datang dan menunggu kita!

Rusli

Biarin aja yan..

Buku yang dibawa bang Iful masih yang itu-itu aja

Gak ada yang baru..

 Hanifa

Bener itu…

Aku juga bosan lama-lama

Sanip

Kalo kamu mau ke sana ya gak papa yan

Kami di sini aja

Lebih asyik foto-foto

Piyan tak bisa berkata apa-apa. Memang benar apa yang dikatakan teman-teman. Buku-buku yang dibawa bang Saiful masih yang itu-itu saja. Kadang ia membaca satu buku bisa berulang kali. Tapi ia tidak enak dengan bang iful. Piyan tahu maksud bang iful sangatlah mulia mengajarkan anak-anak desa untuk gemar membaca. Karena dengan membaca maka kita akan menguasai dunia. Tapi kalo yang dibaca itu-itu melulu mereka jadi bosan. Piyan bingung namun kakinya memaksa untuk berlari menemui bang Iful. Anak-anak lain tak menghiraukan kepergian Piyan. Mereka tenggelam dalam ponsel Ronald yang canggih.

Scene 16 Ext. montage Piyan

Talent: Piyan

Piyan berlari di beberapa tempat. Jalanan, pematang sawah, melewati sungai kecil dll

Scene 17 Ext. Sebuah tempat – siang
Talent: Saiful, Piyan

Benar saja. Saiful duduk sendiri menunggu anak-anak. Piyan yang datang sambil terengah-engah langsung duduk di sebelah Saiful.

Saiful

Ngapain kamu Yan, seperti dikejar setan saja

Piyan masih mengatur nafas. Kakinya diselonjorkan ke depan. Beberapa saat kemudian setelah capeknya berangsur menghilang baru Piyan menceritakan apa yang terjadi.

Piyan

Maaf bang, anak-anak sedang berfoto-foto bersama Ronald sepupunya Risma di puncak bukit.

Saiful

Oh, kirain ada apa.

Ya nggak papa Yan. Biarkan mereka bersenang-senang.

Piyan

Tapi saya tidak enak dengan abang. Mereka dengan mudah melupakan buku-buku hanya karena sebuah ponsel. Padahal mereka dulu sangat menginginkan buku-buku bacaan.

Saiful

Harusnya abang yang mesti minta maaf ke mereka

Piyan

Loh, kok gitu bang?

Saiful

Abang sadar, buku-buku yang abang bawa belum ada yang baru.

Pasti mereka bosan dengan buku yang ini-ini saja. Abang masih mengumpulkan uang untuk membeli buku-buku bekas lagi. Abang juga sudah coba meminta dari beberapa orang untuk menyumbang buku. Tapi sampai saat ini belum ada jawaban.

Piyan hanya diam mendengar apa yang disampaikan bang Iful. Apa daya ia hanya anak desa yang tidak tau mesti berbuat apa. Sore pelan-pelan beranjak. Malam menunggu giliran untuk memeluk alam semesta.



Scene 18 Int. Serambi rumah Piyan – Malam
Talent: Piyan

 Di serambi rumah, Piyan duduk sambil memandangi bulan. Kata-kata bang Iful masih terngiang di kepalanya. Betapa sulitnya bang Iful mendapatkan buku-buku terbaru untuk mereka. Piyan juga terbayang teman-temannya sekarang sedang terbuai dengan ponsel Ronald. Bang Iful dan ponsel Ronald bergantian membombardir fikirannya. Tiba-tiba Piyan dikejutkan suara salam dari arah halaman rumahnya. Rupanya Pak Amir dan pak Rustam yang datang. Mereka adalah tetangga Piyan.

Pak Kades

Abahmu ada Piyan?

Piyan

Adah Pak,

Silahkan duduk Pak, Sebentar Piyan panggil Abah

Piyan bergegas masuk rumah memanggil Abah. Pak Amir dan Pak Rustam duduk di kursi serambi rumah panggung. Tak lama Abah muncul. Merekapun bersalaman dan duduk kembali. Berbasa-basi sebentar sambil menawarkan minum kopi Abah memulai percakapan.

Abah

Ada apa ini Pak Kades sama Pak Rustam

sepertinya ada yang serius

Pak Kades

Bagini Abah. Soal alat yang bisa menjernihkan air yang Abah ceritakan kemarin, kami jadi ingin mencoba juga.

Pak Rustam

Saya dan beberapa warga juga mau bah.

entah kenapa 2 bulan ini air sumur kami jadi keruh dan coklat.

Pak Kades

Airnya memang tidak bau tapi kalo buat minum rasanya gak enak.

Kalo mencuci pakaian ya pakaiannya jadi kelihatan kotor.

Abah

Alhamdulillah, untung saja si Piyan bisa menemukan cara menjernihkan air dari buku yang dia baca. Baiklah kalo begitu besok kita sama-sama dengan warga yang lain membuatnya pak Kades.

Scene 18 Int. Ruang tamu – Malam
Talent Piyan, Emak

 Dari balik jendela dalam rumah Piyan tersenyum bahagia. Manfaat dari membaca dapat memberikan solusi dari sebuah persoalan. Diam-diam Emak memperhatikan Piyan dari belakang dan menyuruh Piyan untuk segera tidur karena malam sudah larut.

Scene 19 Ext. Sawah – Sore
Talent: Piyan, Eni

Piyan duduk bersandar di batang pohon sambil menatap langit yang nampak luas dan biru. Tiba-tiba terdengar suara dari sebelah kiri.

Eni

“Kak Piyan…”

Rupanya Eni adik Piyan. Piyan menoleh ke arah Eni.

Eni

“Kak Piyan disuruh Abah pulang. Sekarang,”kata Eni lagi

Pihan

“Kenapa?”Piyan terkejut.

Eni

“tidak tahu”.

Kata Eni sambil menggelengkan kepala.

Tanpa banyak bicara, Piyan bergegas pulang sambil membonceng  Eni di belakang sepeda. Piyan ketakutan. Pasti Abah marah karena Piyan selalu pulang sore hari.



Scene 20 Ext. Halaman rumah Piyan – sore
Talent: Piyan, Eni

Sesampainya di halaman rumah, Piyan menyandarkan sepedanya di dekat pintu rumah. Piyan buru-buru masuk rumah.

Scene 21 Int. ruang tamu rumah Piyan – sore
Talent: Abah, Emak, Piyan, Eni

Diruang tamu didapatinya Emak dan Abah sedang duduk.

Abah

“Duduk sini, Piyan,” kata abah datar sambil menunjuk bangku kayu yang ada di sampingnya.

Piyan menuruti perintah Abahnya. Dia terus menundukkan kepala, tidak berani menatap wajah Abah. Lama Abah terdiam, sampai akhirnya abah bicara.

Abah

Piyan…

Warga sangat berterima kasih kepada Piyan.

Sekarang semua warga yang air sumurnya keruh sudah bisa teratasi.

Semua karena ide Piyan.

Kata-kata Abah terputus. Abah menatap Emak, Piyan dan Eni.

Abah

Sekarang ada satu tugas lagi dari Abah untuk Piyan.

Piyan pelan melirik ke arah Emak dan Eni. Kemudian melihat ke Abah.

Abah

Abahkan sudah tua, pinggang Abah jadi ngilu kalo nimba air sumur terus.

jadi Abah minta kamu cari cara supaya tidak terlalu berat lagi nimba airnya

bisakan Piyan?

Piyan terdiam berfikir sejenak tapi tak lama ia tersenyum

Piyan

Kirain ada apa Bah,

kalo itu ya….

Pasti bisa Bah. Piyan siap melaksanakan tugas dari Abah.

Piyan menjawab dengan yakin sambil mengambil pisang goreng yang ada di piring. Kemudian mereka tertawa bersama.



Scene 22 Ext. Sebuah tempat – siang
Talent: Silvi (tante Ronald), Saiful, Piyan, Ronald, semua anak-anak.

Piyan dan teman-teman sedang menunggu kedatangan bang Saiful. Tidak seperti biasanya hari ini bang Saiful agak telat. Tiba-tiba dari arah jalan muncul sebuah mobil menuju ke arah dimana anak-anak sedang berkumpul menunggu Saiful. Anak-anak tampak heran. Tapi setelah mobil mendekat, dari dalam mobil wajah Ronald nongol dan berteriak ke arah Piyan dkk.

Ronald

Hey teman-teman….

Mobilpun berhenti tepat di depan anak-anak. Dari dalam mobil muncul Ronald, bang Saiful dan seorang ibu yang terlihat cantik. Rupanya ia adalah tantenya Ronald. Tentu saja Piyan dan yang lain heran.

Ronald

Kalian pasti kaget kan,

Kenapa aku dan bang Saiful bisa bersama-sama

Bang saiful

Ronald punya kejutan buat kita semua

Ronald

Jadi begini teman-teman

Foto-foto yang kita ambil kemarin, aku upload di media social

Alhamdulillah ada yang merespon dan bersimpati dengan kegiatan kalian di sini

Yaitu tante Silvi. Ini dia orangnya

Ronald menunjuk Tante Silvi. Tante Silvipun tersipu malu dipandangi oleh anak-anak.

Tante Silvi

Benar adik-adik,

Berkat  foto-foto yang di share Ronald

Pemerintah daerah melalui perpustakaan daerah Lampung

Mengutus saya untuk menyumbangkan buku-buku yang kalian butuhkan.



Ronald

Dan, yang lebih menggembirakan lagi,

Katanya di sini juga akan dibangun perpustakaan mini.

Bukan begitu tante Silvi?

Tante Silvi

Benar sekali adik-adik.

Saya mewakili pemerintah daerah sangat berterima kasih pada Saiful yang mau bersusah payah membawakan buku untuk anak-anak di sini.

Saiful

Bukan karena saya kok bu,

Anak-anak di sinilah yang membuat saya melakukan itu

terutama Piyan. Ia anak yang pandai dan mampu membawa contoh yang baik

bagi yang lain. Ia adalah sumber inspirasi bagi anak-anak di sini untuk gemar membaca.

Piyan mendapat pelukan dari tante Silvi. Piyan tersipu malu. Semua bersorak gembira.

Sore itu langit begitu cerah, matahari tak lagi garang bersinar. Dengan perasaan gembira anak-anak  mengangkut buku-buku dari dalam mobil dan mengumpulkannya di sebuah tempat.



Insert:  foto-foto kegiatan anak-anak pekon Ampai yang dulu di share Ronald atas ide Piyan. Foto-foto anak-anak membaca dan bergotong royong membuat alat katrol untuk lebih ringan menimba dan cara menjernihkan air. Berkat foto-foto inilah akhirnya pekon Ampai menjadi desa baca dan menginspirasi desa-desa lain untuk mensukseskan program gemar membaca yang dicanangkan oleh pemerintah Provinsi Lampung.

Scene 23. Ext. Halaman belakang/sumur – sore
Talent: Abah

Abah sedang menimba sambil bersiul-siul.

Abah

Kalo pake katrol begini, nimba jadi terasa enteng. Pinggang abah nggak ngilu lagi…





Tamat



Note: Alternative title “Jendela Dunia”

Premise :

Mayoritas anak-anak memiliki keinginan yang besar untuk membaca dan mengetahui apa saja tentang isi semesta. Namun terkadang keinginan itu hanya menjadi mimpi. Terutama anak-anak desa yang jauh dari peradaban informasi. Mereka butuh kesempatan, fasilitas dan kemudahan untuk bisa mendapatkan buku-buku berkualitas.

Kepandaian tidak datang begitu begitu saja. Semua butuh proses. Salah satunya dengan membaca. Membaca adalah jendela dunia. Katanya!. Namun tidak lagi menjadi ‘katanya’ jika jendela itu terbuka dengan lebar.

Budayakan anak-anak untuk gemar membaca. Sehingga dunia menjadi lingkaran penuh pada bola mata mereka.

~~~

Semoga bermanfaat.

*article source

Related Posts

2 komentar

  1. mantull mas contohnya, bisa jadi referensi kalau mau bikin naskah

    BalasHapus
  2. @Riski: Siap kak, semoga bermanfaat ya

    BalasHapus

Posting Komentar