Mendidik Cucu ala Rasulullah SAW

Posting Komentar
Berikut adalah artikel Tentang cara Mendidik Cucu ala Rasulullah SAW
Ilustrasi Ayah Dan Anak (dok. @alix_wijaya)

Hari ini begitu banyak permasalahan seputar Keluarga dengan berbagai macam bentuknya, yang intinya adalah _"Tidak Pecusnya"_ para orang tua dalam mendidik Generasi mereka. Terlalu sibuk dengan pekerjaan dengan alasan mencari Nafkah dan mengandalkan Pendidikan diluar rumah untuk sebuah alasan "tidak sempat" mendidik Anak.

Lalu berharap para Pendidik/Guru bisa _menyulap_ anak-anak mereka menjadi _The Great Generation_, harapan yang bagus sih. Namun kenyataan berbeda dengan harapan, dan ini menjadi perhatian para Pelaku Pendidikan. Mereka mulai sibuk mencari referensi cara mendidik anak yang _"Ideal"_ dengan cara membaca buku atau ikut seminar.

Beberapa oknum merasa sangat _Up-todate_ saat mereka merujuk pada sebuah hasil _riset_ dari Luar Negeri, dan mencoba menerapkan metode Pendidikan tersebut kepada Anak-cucunya. Mungkin sebagian dari mereka lupa, bahwa ada banyak rukujan di dalam Alquran dan Hadits yang notabene sebagai *Pegangan Terbaik* kita.

Jika kita men-tadzaburi keduanya (Alquran dan Hadits), maka banyak sekali Surat-surat Alquran yang berbicara tentang Pendidikan Keluarga, mulai dari Surat berjudul nama para Nabi-nabi hingga nama 3 orang yang bukan Nabi tapi mereka begitu Mulia, yaitu Luqman, Ali Imran dan Maryam.

Dari Hadits tentu kita bisa (dan harus) belajar kepada Guru Terbaik kita bersama, yaitu Nabi Muhammad SAW. Seorang Nabi yang sekaligus seorang Raja / Kepala Negara, seorang Pemimpin perang, Imam Sholat, Konsultan, hingga seorang Suami bagi para Istri-istri beliau. Dan seorang Ayah bagi anak-anaknya, juga seorang Kakek bagi cucu-cucunya.

Teringat seorang Kakek sedang berbincang dengan Cucunya yang baru mendapat Ranking disekolahnya,
"Wah Hebat kamu cucuku, pertahankan prestasimu, *jangan kayak Ayahmu* yang dulu waktu kecil nakalnya minta ampun"
Pernahkah kita mendengar kejadian itu? Atau malah menjadi Pelaku-nya? Hehe.

Sepintas kejadian itu 'seolah baik', memberikan Apresiasi positif atas _achievement_ cucunya, tapi sekaligus "merendahkan" sang Ayah, yang notabene Sosok Ayah adalah Idola bagi anaknya.

Padahal? Ayah dari Cucunya adalah Anaknya sendiri, artinya? Tepat! Sang Kakek lupa, nakalnya sang Ayah (dimasa kecilnya) adalah hasil didikan dia sendiri.

Berbeda dengan Panutan kita, pernah suatu waktu Hasan dan Husein (Cucu Rasulullah SAW), naik keatas pundak Nabi dan memegang rambut Nabi. Bisa ditebak apa yang dilakukan mereka? Ya, main kuda-kuda-an.

Bagi sebagian orang hal itu tidak sopan, terutama bagi suku tertentu. Menurut "mereka" tidak layak seorang anak naik pundak orang tua, apalagi sampai pegang bagian kepala. Padahal itu sangat lumrah dan begitu seharusnya seorang Kakek.

Namun bukan itu yang ingin disampaikan, perhatikan ucapan Nabi berikut,
"Kelak kalian adalah Penunggang Kuda yang Hebat dan Pemberani", adem..
Dan Cucunya pun bangga mendengar hal ini, lalu Nabi melanjutkan,
"Namun ada yang lebih Hebat dari kalian, yaitu Ayah kalian",
MasyaAllah, Cucunya pun semakin bangga dengan Ayah mereka.

Ayah Bunda, tentu bisa Kita bedakan percakapan antara Dua Kakek di masing-masing kejadian diatas. Dan juga sudah jelas kejadian yang mana yang bisa Kita jadikan Contoh / Panutan.

Maka, _keyword_ kita kali ini adalah bahwa Pujian tak akan selaras dengan Cacian. Dan sebaik-baik suri tauladan adalah Rasulullah SAW. Silahkan kroscek di QS. Al-Ahzab 21.

Menuliskan bukan berarti kami yang Terbaik, tapi kami hanya mencoba untuk bermuhasabah diri dan berbagi atas ilmu yang sedikit ini.
Karena berbagi adalah aktifitas memberikan manfaat, sungguh Nabi berpesan bahwa Umat Terbaik adalah yang Bermanfaat bagi Umat lainnya. _*Berbagilah..*_

***

Salam sayang

Kak Ale,
@PendongengMalang
"Berbagi Kisah, Merajut Dakwah"

Related Posts

Posting Komentar